Drama Korea “It’s Okay to Not Be Okay” bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga sebuah karya yang mengandung pesan-pesan mendalam tentang kesehatan mental, hubungan antarmanusia, dan yang terpenting, penerimaan serta penghargaan terhadap diri sendiri. Melalui karakter-karakternya yang kompleks dan alur ceritanya yang mengharukan, drama ini mengajarkan kita banyak hal tentang perjalanan menuju penerimaan diri. Pentingnya Menerima Diri Sendiri Salah satu pelajaran utama yang bisa kita petik dari drama ini adalah pentingnya menerima diri sendiri. Karakter utama, Ko Moon-young, adalah seorang penulis buku anak-anak yang sukses, namun ia memiliki masa lalu yang kelam dan trauma yang mendalam. Moon-young tumbuh dengan beban emosional yang besar akibat hubungan buruk dengan ibunya yang manipulatif. Akibatnya, dia mengembangkan kepribadian yang dingin dan egois, sulit untuk mencintai dan dicintai. Selama perjalanan ceritanya, Moon-young belajar bahwa untuk benar-benar bahagia, ia harus menghadapi dan menerima masa lalunya, serta mencintai dirinya sendiri meskipun semua luka yang ia bawa. Proses ini tidak mudah dan membutuhkan keberanian serta dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Drama ini menunjukkan bahwa menerima diri sendiri adalah langkah pertama yang penting menuju penyembuhan dan kebahagiaan. Menghargai Keunikan Diri Setiap karakter dalam “It’s Okay to Not Be Okay” memiliki keunikan masing-masing. Moon Kang-tae, seorang perawat di bangsal psikiatri, selalu mengorbankan kebahagiaan pribadinya untuk merawat kakaknya yang autis, Moon Sang-tae. Melalui interaksi dan hubungannya dengan Moon-young, Kang-tae belajar untuk tidak hanya menghargai kebutuhannya sendiri, tetapi juga untuk merayakan keunikan Sang-tae. Sang-tae sendiri adalah karakter yang luar biasa dengan bakat menggambar yang luar biasa, meskipun ia memiliki gangguan spektrum autisme. Drama ini menunjukkan bahwa setiap individu memiliki nilai dan bakat tersendiri yang patut dihargai dan dirayakan. Menghargai keunikan diri sendiri dan orang lain adalah langkah penting menuju kehidupan yang lebih seimbang dan memuaskan. Perjalanan Penyembuhan Diri Proses penyembuhan diri yang ditampilkan dalam drama ini adalah perjalanan yang panjang dan penuh liku. Karakter-karakternya harus menghadapi berbagai tantangan emosional dan psikologis untuk mencapai titik penerimaan diri. Penyembuhan ini digambarkan sebagai sebuah perjalanan yang membutuhkan dukungan, baik dari diri sendiri maupun dari orang-orang terdekat. Dalam drama ini, kita melihat bagaimana Moon-young, Kang-tae, dan Sang-tae saling mendukung dan memberikan kekuatan satu sama lain. Mereka belajar untuk menghadapi trauma masa lalu, mengatasi rasa takut, dan membuka hati untuk cinta dan kebahagiaan. Drama ini mengajarkan bahwa kita tidak perlu melalui perjalanan penyembuhan sendirian dan bahwa dukungan dari orang-orang terkasih sangatlah berharga. Menghadapi Masa Lalu untuk Maju ke Depan Menerima dan menghargai diri sendiri juga melibatkan keberanian untuk menghadapi masa lalu yang mungkin penuh luka. Dalam “It’s Okay to Not Be Okay,” karakter-karakternya dipaksa untuk menghadapi trauma dan rasa sakit mereka, bukan untuk melupakan, tetapi untuk memahami dan melepaskannya. Dengan menghadapi masa lalu, mereka dapat melangkah maju dan menemukan kedamaian serta kebahagiaan dalam hidup mereka. Melalui kisah yang mengharukan dan karakter yang mendalam, drama ini mengajarkan kita tentang pentingnya menerima dan menghargai diri sendiri. Proses ini mungkin tidak mudah, namun dengan keberanian, dukungan, dan cinta, kita semua dapat belajar untuk mencintai diri kita sendiri dan menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan bermakna. (Z)
Read MoreHola Serapeeps! Sudah nonton salah satu drama Korea keluaran Netflix berjudul Juvenile Justice? Ituloh Drama Korea yang menceritakan lika-liku peradilan anak di Korea dengan mengambil sudut pandang utama dari seorang hakim anak bernama Sim Eun Seok (diperankan oleh Kim Hye Soo). Mengangkat cerita tentang bagaimana hakim Sim yang terkenal tegas mengusut kriminal anak dalam menyelesaikan kasus kenakalan remaja di Korea Selatan ini memiliki sisi menarik tersendiri. Serial sebanyak 10 episode ini pun sempat menjadi trending di tahun 2022 lalu. Di episode pertama, kemunculan Baek Seong-u (13 tahun –diperankan oleh Lee Yeon) dalam keadaan berdarah-darah mendatangi kantor polisi dan mengaku baru saja membunuh seseorang. Kasus ini bergulir di persidangan, Hakim Sim mulai menunjukkan kecurigaannya dan menguak fakta bahwa sesungguhnya pembunuh Yun Ji-Hu (korban, 8 tahun –diperankan oleh Lee Joo-Won) bukanlah Baek Seong-u, melainkan orang lain. Di episode kedua, hasil daripada investigasi Hakim Sim akhirnya terkuak bahwa pelaku sebenarnya adalah Han Ye-Eun (16 tahun –diperankan oleh Hwang Hyun-Jung). Diketahui keduanya bertukar peran sebab paham bahwa Baek Seong-u usianya masih di bawah umur, sehingga secara hukum ia “diuntungkan” karena dilindungi oleh Sistem Peradilan Pidana Anak Korea yang membuatnya tak bisa dipenjara. Sedangkan Han Ye-Eun telah masuk usia dewasa sehingga ancaman hukumannya jauh lebih tinggi. Nah, itu Hukum Peradilan Anak di Korea, bagaimana dengan Indonesia? Berapakah usia maksimal seseorang masih dikategorikan sebagai anak, dan berapakah usia minimum seseorang bisa dikatakan dewasa menurut hukum Indonesia? Dalam kancah perundang-undangan Indonesia, ada setidaknya 13 undang-undang yang membahas perihal terminologi anak dari segi usia dan 9 di antaranya berpandangan bahwa anak adalah manusia yang berusia <18 tahun (termasuk anak yang masih dalam kandungan). Undang-undang tersebut adalah: Selain tersebut di atas, ada pula Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 tahun 2012 tentang Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung yang turut menguatkan, menegaskan, dan/atau seolah menyatu suarakan ragam pandangan usia anak dalam perundang-undangan, yakni bahwasanya usia 18 ke bawah adalah usia yang disepakati di mana seseorang disebut sebagai “anak”. Lantas, ada pula peraturan perundang-undangan yang berpendapat lain selain daripada 18 tahun, yakni: Nah, itu dia ragam pendapat usia minimal dewasa menurut peraturan perundang-undangan kita, Serapeeps! Dari serial Juvenile Justice kita bisa mendapat gambaran terkait anak yang berhadapan dengan hukum serta kita dapat melihat bahwa setiap tindakan pasti ada konsekuensinya meskipun pelaku masih menyandang status anak di bawah umur. (Z)
Read More