UNSERA Kupas Tuntas Film ‘Syirik’: Saat Horor, Mitos, dan Nilai Spiritual Bertemu

Bertempat di Universitas Serang Raya (UNSERA), mahasiswa bersama tim film “Syirik” menggelar kegiatan bedah film yang penuh makna. Acara ini bukan sekadar membahas genre horor, tetapi juga mengupas dimensi spiritual, mitos lokal, hingga tantangan industri perfilman Indonesia pasca pandemi. 

Mas Riki dari tim produksi mengungkap bahwa proses pembuatan film ini sangat menantang, terutama dari sisi teknis dan waktu. 

Tantangan terbesar dalam proses produksi film ini ada pada tahap editing dan pengaturan jadwal. Lokasi yang terkadang molor, cuaca yang kurang mendukung, hingga karakter yang kompleks membuat seluruh tim harus bekerja dengan sangat fleksibel,” ungkap Mas Riki.

Syirik sendiri mengangkat tema tentang pengingkaran terhadap Tuhan. Film ini terinspirasi dari mitos yang benar-benar ada di wilayah Gunung Kidul—sebuah tempat yang dulunya dikenal dengan praktik-praktik ritual semacam itu” lanjutnya.

Proses syuting dilakukan selama beberapa bulan, berlokasi di daerah Wonogiri dan pesisir Gunung Kidul. Medannya menantang, namun menyuguhkan keindahan alam yang luar biasa. Dalam sesi wawancara, Teuku Rassya dan Richelle turut membagikan pengalaman mereka selama terlibat dalam film ini.

“Aku tertarik ambil proyek ini karena lokasi syutingnya menarik dan belum pernah aku datangi sebelumnya. Ceritanya juga berbeda dari peran-peran yang biasanya aku mainkan,” ujar Rassya.
“Tokohku seorang penari. Tantangannya cukup besar karena harus bisa menari, bernyanyi, sekaligus menggunakan logat Jawa. Tapi semua itu jadi pengalaman berharga buatku,” kata Richelle.

Keduanya juga memberikan pesan bagi para mahasiswa agar tetap semangat dalam berkarya dan terbuka terhadap masukan.

“Semangat itu penting banget, tapi jangan lupa punya mental yang terbuka dan percaya diri juga,” pesan Richelle.
“Kalau memang ingin terjun ke dunia seni atau perfilman, yang utama adalah tahu passion kamu ada di mana, dan miliki motivasi yang kuat,” tambah Rassya.

Film Syirik sendiri dinilai mengusung pesan moral yang dalam tentang kepercayaan dan nilai-nilai spiritual yang hidup di tengah masyarakat. Tujuannya bukan untuk menghakimi, melainkan membuka ruang untuk berdiskusi dan saling memahami.

“Makna film ini sangat bergantung pada bagaimana setiap penonton menafsirkan. Bagi kami, tim produksi, pesan utamanya adalah membuka mata dan pikiran bahwa kepercayaan, budaya, dan spiritualitas masih sangat dekat dengan kehidupan kita,” tutup Mas Hafil.

Mas Hafil dari tim marketing juga menekankan bahwa membuat film horor spiritual seperti Syirik memerlukan strategi promosi yang tepat dan sudut pandang yang tajam.

“Film ini bukan hanya soal rasa takut. Di dalamnya ada ideologi, mitos, dan latar sejarah yang kuat. Kami ingin penonton nggak cuma menikmati filmnya, tapi juga diajak berpikir dan menafsirkan dari sudut pandang masing-masing,” jelas Mas Hafil.
“Mencari investor bukan hal mudah, begitu juga dengan mengangkat ide yang cukup berani. Bahkan saat proses pemilihan aktor, kami sempat mengalami dilema karena ekspektasi yang tinggi. Tapi semua itu adalah bagian dari proses kreatif yang harus dilalui,” pungkasnya.

Dengan kegiatan ini, UNSERA menunjukkan komitmennya dalam mendukung dunia perfilman, seni, dan budaya — sebagai bagian dari pengembangan karakter dan kreativitas mahasiswa. 

UNSERA — Tempatnya Generasi Kreatif dan Inovatif Berkembang! 

Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi:
🌐 Website resmi: www.unsera.ac.id
✉ Email: info@unsera.ac.id
📷 Instagram: @unseracampus
📺 YouTube: Unsera TV
🐦 Twitter: @unseracampus

Bilah Aksesibilitas