ORASI ILMIAH: MENCAPAI EKONOMI UNGGUL DI ERA DIGITAL oleh Dr. Denny Kurnia, SE., MM


UNSERA

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh

Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua

Yang terhormat Ketua Pembina Yayasan Pendidikan Informatika Bapak H. Rizkqy Mulyana S.E., M.Pd.

Yang terhormat Ketua Yayasan Pendidikan Informatika Bapak H. Mulya R. Rachmatoellah, Lc. M.Hum.

Yang terhormat Rektor Universitas Serang Raya Bapak Dr. H. Hamdan, M.M.

Yang terhormat Wakil Rektor I Universitas Serang Raya Bapak Dr. H. Abdul Malik, M.Si.

Yang terhormat Wakil Rektor II Universitas Serang Raya Bapak HM. Kamil Husain, Lc., M.Si.

Yang terhormat Ketua Senat Akademik Universitas Serang Raya Bapak Dr. H. Suryaman, M.M.

Yang terhormat Plt. Ketua LLDikti Wilayah IV

Yang Saya hormati, para Dekan, Ketua Lembaga, Kepala Biro di Universitas Serang Raya, Ketua dan sekretaris Program Studi, Bapak/Ibu Dosen, orang tua dan para wisudawan wisudawati, Sivitas Akademika Universitas Serang Raya, serta hadirin peserta Undangan Upacara Wisuda ke 14.3 Dan Hari Jadi (Dies Natalis) ke-13 Universitas Serang Raya yang dirahmati Allah SWT.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, ijinkan Saya menyampaikan orasi singkat, tentang Mencapai Ekonomi Unggul di Era Digital.

Bapak/Ibu yang Saya hormati,

Pada saat menghadapi era super smart society (society 5.0)  yang dibuat sebagai antisipasi dari gejolak disrupsi akibat revolusi industri 4.0, yang menyebabkan ketidakpastian yang kompleks dan ambigu, sementara dunia pada saat ini sedang dihadapkan pada krisis kesehatan dengan terpaparnya covid-19. Covid-19 yang dimulai pada akhir tahun 2019 hingga saat ini menyebar ke seluruh negara dan meluluhlantahkan sistem ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi pada saat laju Covid-19 mendera selama Tahun 2020 mengalami keterpurukan dengan pertumbuhan ekonomi negatif. Negara dengan pertumbuhan ekonomi negatif diantaranya yaitu, Negara India dengan pertumbuhan ekonomi -10.3 persen, Inggris -9.8%, Jerman -6.0 persen, Belanda -5.4 persen, Arab Saudi -5.4 persen, Jepang -5.3 persen, Amerika Serikat -4.3 persen Australia -4.2 persen dan beberapa nagara lain yang pertumbuhan ekonominya negatif di masa pandemi covid-19 termasuk Indonesia -2.1 persen. Akan tetapi terdapat beberapa negara yang pertumbuhan ekonominya positif yaitu Bangladesh 3.8 persen, Mesir 3.5 persen, Myanmar 2.0 persen, Tiongkok 1.9 persen dan Vietnam 1.6 persen. (BPS-Statistic Indonesia, International Monetary Fund, World Economic Outlook Database,)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 berada pada pertumbuhan -2.1 persen, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan negatif dari hampir seluruh sektor usaha. Pertumbuhan negatif ini didominasi oleh sektor angkutan terutama lapangan usaha angkutan udara yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar -53.01 persen, angkutan rel -42.34 persen, industri alat angkutan     -19.8 persen. Sedangkan sektor usaha yang tumbuh positif terjadi pada lapangan usaha pertambangan biji logam 20.26 persen, Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 11.60 persen, Informasi dan komunikasi 10.58 persen.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dihempas Covid-19 kini mulai tumbuh kembali selama tahun 2021 pada triwulan III-2021 bila dibandingkan terhadap triwulan III-2020 (y on y) yaitu tumbuh sebesar 3.51%. Pertumbuhan terjadi pada sebagian besar lapangan usaha. Lapangan usaha yang tumbuh signifikan adalah Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 14,06 persen; diikuti Pertambangan dan Penggalian sebesar 7,78 persen; serta Informasi dan Komunikasi sebesar 5,51 persen. Sementara itu, Industri Pengolahan yang memiliki peran dominan tumbuh 3,68 persen. Sedangkan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan serta Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor masing-masing tumbuh sebesar 1,31 persen dan 5,16 persen.

Berdasarkan pertumbuhan ekonomi 2020 dan 2021 di masa pandemi covid 19 saat ini, terdapat lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tetap unggul yaitu lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial, lapangan usaha pertambangan dan lapangan usaha informasi dan komunikasi. Pada masa covid-19 di era digital lapangan usaha informasi dan komunikasi ini tumbuh dengan baik hal ini karena masyarakat sebagai pengguna jasa informasi dan komunikasi sangat membutuhkan.

Dampak dari krisis kesehatan yang disebabkan oleh covid-19 ini sangat berat terutama pada pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang negatif akan berfek pada peningkatan tingkat pengangguran dan peningkatan kemiskinan. Tingkat pengangguran di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 7.1 persen lebih tinggi bila dibandingkan tahun 2019 sebesar 5.2 persen. Persentase penduduk miskin per September tahun 2020 sebesar 10.19 persen lebih tinggi bila dibandingkan per September tahun 2019 sebesar 9.78 Saat ini Pemerintah Indonesia secara berangsur dapat menangani permasalahan covid-19, berdasarkan data pada situs covid19.go.id, bahwa: Penurunan jumlah kasus positif & probable, Penurunan jumlah meninggal kasus positif, dan Penurunan jumlah meninggal kasus suspek pada minggu terakhir rata-rata penurunannya sebesar lebih dari 50% dari puncak. Keberhasilan penekanan penurunan kasus covid-19 ini belum menandakan bahwa penanganan covid-19 telah selesai. Waspada dan selalu menjaga protokol kesehatan dalam segala aktivitas yang melibatkan banyak orang tetap harus dilaksanakan.

Kompleksitas penanganan kesehatan dan ekonomi merupakan hal yang tidak mudah diuraikan. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi semua pihak, baik bagi pemerintah, pelaku usaha maupun masyarakat secara menyeluruh. Terdapat permasalahan yang harus kita hadapi saat ini yaitu mencapai dan mengembangkan ekonomi unggul di era digital saat ini. Tentunya masalah ini harus dihadapi bersama, bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak. Society 5.0 merupaka era dimana peran masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi industri 4.0 seperti Internet of Things, Artificial Intelligence, Big Data, dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Society 5.0 juga dapat diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi.

Bapak/Ibu yang saya hormati,

Upaya transformasi menuju perbaikan dengan mengintegrasikan dunia online dan produksi, yang dijalankan menggunakan internet sebagai penopang utama yang disebut Revolusi Industri 4.0 yang telah dideklarasikan di Hannover Fair, Jerman sejak tahun 2011 yang lalu (Nafchi and Mohelsca, 2018), dan  era super smart society (society 5.0) yang diperkenalkan pada tahun 2019 di Jepang, tetapi euforianya saat itu tidak menghasilkan kewajiban untuk mengadopsinya. “Kenyamanan bekerja (comfort zone)” telah membuat sebagian kita enggan berpindah pada cara kerja atau pengetahuan yang baru, inilah yang disebut dengan knowledge stickiness. Kehadiran pandemi Covid-19 seketika mengakselerasi pemanfaatan teknologi untuk seluruh sektor kehidupan. (Maipita, 2020)

Penggunaan artificial intelligence, machine learning, big data, dan lainnya telah menyebabkan transformasi digital di seluruh sector kehidupan. Munculnya internet of thinks (IoT) telah mendorong dunia ke lingkungan yang saling terhubung. Dunia menjadi flat, seolah tanpa batas ruang dan waktu. Munculnya konsep sharing economy, e-education, marketplace, cloud collaborative, smart manufacturing dan lainnya telah melahirkan berbagai pekerjaan baru, meningkatnya efisiensi, mengubah cara orang berbisnis, serta pola dan gaya hidup manusia, meskipun dalam waktu bersamaan menimbulkan disrupsi di berbagai sektor. Konsep-konsep tersebut dilakukan secara berkolaborasi, seperti Sharing economy adalah suatu tindakan modernisasi dari collaborative consumption. Hal ini dilakukan agar mampu memberikan akses pada seluruh sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan bisa dikonsumsi ataupun dimanfaat bersama dengan para pengguna lainnya yang mana seseorang di dalamnya bisa menjadi konsumen dan juga produsen pada waktu yang sama.

Diperkirakan bahwa IoT memiliki potensi dampak ekonomi total sekitar US$ 3,9 triliun hingga US$ 11,1 triliun per tahun pada tahun 2025 (McKinsey, 2015). Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF), bahwa kurun waktu 30 tahun terakhir, setiap investasi sebesar US$ 1 pada bidang teknologi digital dapat meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar US$ 20, sedangkan jumlah yang sama untuk investasi di bidang nondigital hanya mampu meningkatkan PDB sebesar US$ 3. Diperkirakan bahwa pada tahun 2025, hampir seperempat (24,3%) dari PDB global dihasilkan dari teknologi digital seperti artificial intelligence dan cloud computing (Kumar, 2019). Tenaga kerja dengan keterampilan digital akan dapat menyumbang lebih dari 4 triliun untuk PDB (Alpha Beta, 2020). Hal ini memberikan keunggulan bagi lapangan usaha yang dapat berperan dalam era teknologi digital saat ini.

Kini, sekitar 6 dari 10 (dari 8 miliar), atau 60% orang di dunia terkoneksi dengan internet (Ark, 2019). Sementara itu, dalam dua dekade terakhir, bumi telah menjadi planet kota, di mana 55% dari penduduk bumi kini hidup di kota. Sehingga kita perlu menemukan cara untuk membuat kota menjadi workable, livable, dan sustainable. Jika aglomerasi tersebut turut memacu pertumbuhan ekonomi, maka kemiskinan diharapkan menurun secara ekstrem di tahun 2030, karena akan ada kekayaan yang cukup jika ada kemauan yang cukup pula.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, saat ini sejumlah negara sedang berbicara terkait pentingnya data. “Data is new mind, dan ini adalah tambang baru, dulu yang menjadi kaya adalah yang menguasai tambang emas batubara, minyak, maka pada era digital ini yang disebut sebagai tambang adalah tambang data”. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate juga mengatakan, “siapa yang menguasai data, maka dia menguasai dunia, data mempunyai nilai (value) lebih dari emas, atau disebut dengan The New Gold is Data, emas baru adalah data” begitu pentingnya permasalahan pada era digital ini, tentunya data dapat diolah menjadi kekuatan ekonomi dan kekuatan (power) suatu bangsa.

Bapak/Ibu yang saya hormati,

Berdasarkan permasalahan ekonomi, permasalahan kesehatan di era digital ini maka sangat dibutuhkan SDM yang unggul agar dapat mencapai ekonomi unggul. Bagi para pelaku ekonomi sebagai SDM dibidang ekonomi hendaknya untuk selalu memperbarui kompetensinya agar dapat menghadapi tantangan ekonomi di era digital. “Pada era ini, masyarakat sudah tidak asing lagi dengan arus informasi dan kecanggihan teknologi. Mereka tidak asing dengan dunia digital. Para pelaku ekonomi sudah seharusnya mengikuti perubahan ini. Generasi baby boomers (yang lahir antara 1945-1960), dan Generasi X (yang lahir 1961-1980) harus dapat menyesuaikan diri dengan generasi milenial atau generasi Y (yang lahir 1981-1994) yang saat ini merupakan pelaku ekonomi terbanyak.

Generasi Y,  yang juga kerap disebut generasi milenial, adalah generasi yang mudah menerima informasi secara cepat. Perkembangan video games, gadget, smartphones menjadi kemudahan yang dinikmati generasi ini. Generasi ini lebih menghargai kritik dan saran untuk kemajuannya. Sementara generasi Z yang lahir (1995-2010) cenderung memiliki pola pikir serba instant, cenderung bergantung pada teknologi, dan mementingkan eksistensi di media sosial yang digunakan.

Generasi Z saat ini mereka berusia diantara usia 11-26 tahun. Usia ini adalah usia sekolah dimulai dari Siswa SD, Siswa SMP, Siswa SMA dan Mahasiswa yang sedang melaksanakan studi atau yang sudah menyelesaikan studi. Generasi Z, yang memiliki pola pikir serba instan cenderung bergantung pada teknologi, dan mementingkan eksistensi di media sosial yang digunakan. Sedangkan guru dan dosen yang mengajar siswa dan mahasiswa saat ini, rata-rata merupakan generasi X dan Generasi Y. Generasi X (yang lahir 1961-1980) memiliki pola pikir cenderung menjadi risk taker, mengambil keputusan secara matang, dan tidak suka basa basi. Generasi ini mulai menerima teknologi dan berpikir secara inovatif untuk mempermudah kehidupan.

Dengan perbedaan pola pikir generasi ini. Di perguruan tinggi tentunya dosen harus mengubah mindset tentang tugas dan fungsinya, harus mampu meng-create pembelajaran yang membuat mahasiswa  mampu untuk berinovasi, berpikir memecahkan masalah, menghasilkan ide-ide baru yang mungkin out of the box serta mampu mengkomunikasikannya, menanamkan rasa empati dan mampu berkolaborasi melintasi ruang dan waktu.

Pada bidang pendidikan,

Dosen harus mampu berinovasi dalam model pembelajaran yang menggunakan teknologi agar mudah diterima oleh mahasiswa, dikarenakan mahasiswa saat ini memiliki ketergantungan pada teknologi. Dosen harus mampu menanamkan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada peserta didik, yakni Critical Thinking, Creativity, Collaboration, dan Communication serta menguasai literasi baru. Karenanya, sebagai pendidik, kita dituntut untuk memiliki kompetensi yang “beyond” dibandingkan kompetensi selama ini.

Dosen diharapkan memiliki kompetensi beyond, sehingga mahasiswa akan mempelajari sesuatu melebihi fakta. Learning beyond the fact merupakan salah satu cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membuat mahasiswa mampu lebih jauh lagi mempersepsikan imajinasinya. Diharapkan mahasiswa dapat lebih jauh lagi memikirkan aspek-aspek baru pada fakta yang ada yang dapat memunculkan ide kreatifya. Dosen harus memiliki dan mampu memberikan pembelajaran agar mahasiswa memiliki kemampuan berfikir tingkat tinggi. Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan suatu kemampuan berpikir yang tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemampuan lain yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif dan kritis. Untuk mencapai hal ini bukan perkara mudah, permasalahan ini harus dipandang sebagai tantangan untuk berinovasi, meneliti, mengembangkan teori-teori pembelajaran yang tumbuh dari dinamika. Pembelajaran yang hanya berbasis pengetahuan tidak akan mampu mengejar kecepatan perkembangan teknologi.

Perkembangan teknologi digital harus dibarengi dengan leterasi digital. Dengan literasi digital diharapkan masyarakat dapat mengikuti perkembangan dunia digital secara baik, produktif, dan sesuai nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara. Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) telah diluncurkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika. Program Literasi Digital ini memiliki empat pilar mendasar yaitu Etika Digital, Budaya Digital, Keterampilan Digital, dan Keamanan Digital.

  1. Etika digital yaitu kemampuan individu dalam mempertimbangkan baik atau buruknya sebuah tata kelola digital dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Budaya digital (digital culture) adalah hasil olah pikir, kreasi dan cipta karya manusia yang berlandaskan teknologi internet.
  3. Keterampilan Digital (digital skill) yaitu kemampuan untuk secara efektif dan kritis menavigasi, mengevaluasi dan membuat informasi dengan menggunakan berbagai teknologi digital. 
  4. Keamanan digital (cyber security) merupakan aktivitas untuk melindungi informasi dari terjadinya tindakan kriminal (cyber crime) terhadap sumber daya digital. 

Pada bidang penelitian dan pengabdian,

Ditengarai bahwa penelitian bidang ekonomi juga akan mengalami perkembangan yang sangat pesat, bergeser dari konvensional ke penggunaan machine learning dan big data. Diperkirakan akan ada 4,4 triliun gigabyte data yang dihasilkan per tahun sejak tahun 2020 (Kumar, 2020), tentu ini merupakan suatu data yang besar yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan penelitian. Permasalahannya adalah mampukah kita mengoptimalkan penggunaan data tersebut? Karena diperlukan keahlian IT, pengetahuan tentang big data, machine learning, dan lainnya selain kemampuan statistic dan ekonometrik.

Dengan perkembangan teknologi digital perguruan tinggi mengevaluasi dan menginovasi metode belajar dan kurikulum. Kognitif harus didampingi dengan kekayaan keahlian lainnya, seperti kemampuan IT, pengetahuan tentang big data, cloud computing, IoT, kemampuan berkomunikasi, berpikir tingkat tinggi, dan berkolaborasi, baik yang akan berkecimpung di dunia bisnis dan profesional, maupun di dunia pendidikan. Kampus juga harus semakin gencar menanamkan jiwa kolaboratif bukannya kompetitif dalam arti sempit. Karena kini kompetisi telah terjadi antara manusia dan mesin, sehingga kita harus berkolaborasi untuk sama-sama menjadi pemenang.

Menyikapi isu kolaborasi tersebut, kampus menjadi jembatan antara teori dan praktik. Kampus harus turun ke dunia usaha dan dunia industri. Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dicetuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam rangka menyiapkan lulusan yang tangguh dalam menghadapi perubahan sosial, budaya, dunia kerja, dan teknologi yang semakin berkembang dengan pesat di era digital, kompetensi mahasiswa harus semakin diperkuat sesuai dengan perkembangan yang ada. Diperlukan adanya link and match antara lulusan pendidikan tinggi bukan hanya dengan dunia usaha dan dunia industri saja tetapi juga dengan masa depan yang semakin cepat mengalami perubahan.

Kebijakan MBKM memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih luas dan kompetensi baru melalui beberapa kegiatan pembelajaran di antaranya pertukaran pelajar, magang/praktik kerja, riset, proyek independen, kegiatan wirausaha, proyek kemanusiaan, asistensi mengajar di satuan pendidikan, dan proyek di desa/kuliah kerja nyata tematik. Selain itu, mahasiswa juga diberikan kebebasan untuk mengikuti kegiatan belajar di luar program studinya di dalam perguruan tinggi yang sama dengan bobot sks tertentu. Semua kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh mahasiswa dengan dibimbing dosen dan diperlukan adanya perjanjian kerja sama jika dilakukan bersama pihak di luar program studi.

Kampus harus mampu menjadikan dunia usaha dan dunia industri, instansi pemerintahan, start-up, dan lainnya sebagai laboratorium praktis dan ruang kelas. Kampus kini harus menggali knowledge dari dunia praktik sehingga materi ajar benar-benar applied dan membuat alumni mampu survive di dunia nyata. Perguruan tinggi harus merapatkan tiga unsur, yakni kampus sebagai pendidik, pemerintah sebagai regulator, dan dunia usaha dan dunia industri sebagai praktisi. Sinergi dari ketiga unsur ini akan menghasilkan momentum inovasi yang besar dan berkelanjutan.

Bapak/Ibu, Hadirin yang kami Hormati.

Pandemi Covid-19 memang sebuah bencana global. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa bencana ini telah mendesak masyarakat untuk lebih kreatif dan inovatif. Perguruan Tinggi seyogyanya mengambil tanggung jawab sebagai pusat inovasi. Universitas Serang Raya saat ini telah berinovasi dalam sistem pembelajaran dengan menggunakan sistem pembelajaran hybrid system, dimana mahasiswa yang melakukan perkuliahan yang dapat dilaksanakan secara daring dan luring, online dan offline pada waktu bersamaan dengan ruang dikelas dan di luar kelas. Mahasiswa dapat melaksanakan pembelajaran bersama dosen di ruang kelas dengan jumlah terbatas dan mahasiswa dapat melaksanakan pembelajaran di luar kelas menggunakan akses internet pada ruang yang berbeda dan waktu yang sama.

Perkembangan teknologi ini memaksa kita untuk mencapai ke titik equilibrium yang baru, keseimbangan baru yang sebagian besar menuntut kita untuk pindah menjadi masyarakat digital meski di antara kita ada yang berasal dari generasi Y, X, bahkan generasi Baby Boomers. Keseimbangan baru ini akan mempercepat lahirnya berbagai profesi baru, dan secara otomatis akan melahirkan demand terhadap kompetensi baru tersebut, sekaligus mendisrupsi yang lainnya. Untuk dapat survive, akademisi dan juga perguruan tinggi harus mampu bertransformasi dan beradaptasi memiliki kompetensi beyond. Perguruan tinggi menjadi pusat informasi, pusat data dalam percepatan pengembangan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Era digitalisasi yang terjadi saat ini akan terus berlanjut tanpa henti, mendisrupsi segala sektor kehidupan. Tidak ada lagi yang merasa “nyaman” lebih lama, perguruan tinggi menjadi leading sektor pada situasi ini, mengambil peran strategis untuk dapat mewujudkan Ekonomi unggul di era digital pada masa pandemi dan pasca pendemi covid-19. Menciptakan SDM unggul, lulusan yang mampu berfikir tingkat tinggi berfikir kreatif dan kritis.  Ekonomi unggul dapat tercapai apabila sektor usaha mampu beradaptasi diera digitalisasi dan berkolaborasi dengan sektor usaha lain. Pelaku usaha dapat beradaptasi mampu mengakselerasikan pemanfaatan teknologi digital di dalam operasionalisasi perusahaannya.

Bapak/Ibu yang saya hormati, demikian orasi ini saya sampaikan.

Semoga orasi ini dapat menginspirasi terhadap kehidupan kita, menjadi manusia-manusia sehat, manusia-manusia unggul dan manusia-manusia kuat. Atas nama keluarga besar Universitas Serang Raya, ijinkan saya menyampaikan selamat kepada wisudawan dan wisudawati atas kelulusan yang diraih menjadi ahli madya atau sarjana dan “Selamat Hari Jadi yang ke-13 kepada Universitas Serang Raya. Meski usianya yang relatif muda, namun kami yakin dengan pengalaman, kiprah, dan nama besar Yayasan Pendidikan Informatika akan mampu menghantarkan UNSERA mewujudkan janjinya menjadi universitas yang kompetitif di tingkat global, berperan serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat berlandaskan iman dan taqwa. Semoga keunggulan UNSERA memberikan inspirasi bagi kehidupan kita. UNSERA EXCELLENCE INSPIRING LIFE.

Terima kasih atas segala perhatiannya,

Wabillahitaufik Walhidayah Wassalamualaikum Wr. Wb.

Serang, 23 Desember 2021

Dekan FEBKIP Universitas Serang Raya

Dr. Denny Kurnia, S.E.,M.M.

NIDN: 0425037401

Referensi

Alpha Beta (2020) Digital skills: A US$312 billion GDP opportunity for Indonesia in 2030 (insights from forthcoming research)

Ark, Tom Vander (2019) What Is 21st Century Learning? How Do We Get More?. Forbes, Education

Kumar, Viviek. (2019). What Industry 4.0 Means for the Global Economy. Retrieved from: https://industrywired.com/what-industry-4-0-means-for-the-global-economy/

BPS-Statistick Indonesia (2020) Badan Pusat Statistik Indonesia

Kumar, viviek. (2020). Convergence of IoT and Data Analytics for Better Business Performance. Retrieved from: https://industrywired.com/convergence-of-iotand-data-analytics-for-better-business-performance/

Maipita Indra. (2020). Peran pendidikan dan ilmu ekonomi dalam menyiapkan SDM unggul di era Revolusi 4.0 Orasi Ilmiah.

McKinsey. (2015).The Internet of Things: Mapping the Value Beyond the Hype. McKinsey Global Institute. Retrieved from: https://www.mckinsey.com

Nafchi, Majid Ziaei., and Hana Mohelská. (2018). Effects of Industry 4.0 on the Labor Markets of Iran and Japan. Economies 2018, 6(3), 39; retrieved from: https://doi.org/10.3390/economies6030039

Forum, Global Agenda, Fourth Industrial Revolution. Retrieved from: https://www.weforum. org/agenda/2016/01/the-fourth-industrial-revolution-what-it-means-and-how-to-respond/

https://www.kompasiana.com/ropiyadi19360/61682b4806310e4b97374f45/empat-pilar-literasi-digital.